Perkembangan teknologi media yang terjadi tentunya memberikan pengaruh pada kehidupan sosial masyarakat baik dalam aspek positif maupun negatif. Beberapa aspek positif dari perkembangan teknologi media antara lain kehadiran teknologi media baru tentunya mampu menghapus ketidaksetaraan dan kesenjangan dalam masyarakat, meningkatkan mutu pendidikan, serta mampu menjadikan warga lebih aktif dalam menunjukkan partisipasinya baik dalam ekonomi, politik maupun bidang lainnya. Sedangkan aspek negatif dari munculnya teknologi media baru antara lain teknologi baru terlebih televisi dan film, ditakutkan akan dijadikan sebagai alat potensial untuk melakukan propaganda politik dan penanaman ideologi tertentu. Selain itu masyarakat juga bependapat bahwa kehadiran teknologi media akan mampu merusak tatanan masyarakat, meracuni pikiran masyarakat khususnya golongan muda dengan hal-hal negatif contohnya dalam kasus LGBT dan bullying, serta merendahkan warisan budaya.
Memasuki era internet, bentuk komunitas juga ikut berkembang dan memunculkan komunitas yang baru. Komunitas baru tersebut dikenal dengan nama komunitas virtual. Istilah komunitas virtual pertama kali diperkenalkan oleh Howard Rheingold dalam bukunya yang berjudul “The Virtual Community: Homesteading on the Electronic Frontier” (2000). Komunitas virtual adalah sekumpulan orang yang berkumpul untuk tujuan yang sama, dengan memanfaatkan internet atau dapat disebut dengan dunia maya. Dalam bukunya, Rheingold menjelaskan bahwa orang-orang yang berada dalam komunitas virtual hanya menggunakan kata-kata pada layar, mereka saling bertukar pendapat dan informasi, melakukan pertemuan, bertukar dukungan emosional, bertukar pengetahuan, serta hal-hal lain yang biasanya dilakukan dalam kehidupan nyata. Perbedaannya adalah mereka tidak bisa melakukan kontak fisik dengan satu sama lain,seperti menyentuh ketika tengah berbicara.
Salah satu pengalaman terkait komunitas virtual yaitu dialami oleh salah satu teman saya. Ia menggunakan aplikasi twitter untuk menjalin hubungan dengan komunitas virtualnya. Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu aplikasi media sosial ini memang tengah digandrungi oleh masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja. Twitter (/ˈtwɪtər/) adalah layanan jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter, yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweet). Pengguna yang telah terdaftar bisa menulis tweet melalalui situs web, pesan singkat (SMS), atau melalui aplikasi twitter yang telah disediakan untuk telfon seluler.
Teman saya ini, sebut saja Indri memiliki sebuah account twitter dimana ia menggunakan identitas orang lain (artis/penyanyi/tokoh anime) sebagai identitasnya. Penggunaan identitas orang lain ini dikenal dengan istilah roleplayer. Tentunya agar tidak menimbulkan masalah nantinya, pemilik account roleplayer biasanya akan menuliskan keterangan bahwa account yang ia gunakan ini adalah fake account atau account parod pada bio mereka. Indri menggunakan identitas salah satu idol asal negara Korea Selatan sebagai identitas account miliknya dan mulai berinteraksi dengan account roleplayer lainnya. Interaksi ini bisa terjadi karena baik Indri dan teman-temannya memiliki ketertarikan dan hobi yang sama yaitu pada musik asal Korea Seltan atau lebih dikenal dengan K-pop. Kenyamanan yang terbangun dalam interaksi itu kemudian membuat Indri dan teman-temannya semakin sering berinteraksi dan bertukar pendapat mengenai hobi mereka. Dalam komunitasnya, Indri dan teman-temannya tidak menggunakan identitas asli mereka, mereka berinteraksi dan bersikap sebagaimana idol yang mereka perankan. Mereka hanya akan mulai membuka identitas mereka pada orang-orang yang benar-benar sudah dianggap dekat, biasanya dengan bertukar nama maupun nomor telfon dan kemudian melanjutkan interaksi lebih dalam dengan identitas asli mereka. Hal ini tentunya kemudian dapat menimbulkan keraguan, apakah segala yang pernah Indri dan teman-temannya bicarakan misalnya hobi, kebiasaan, dan lain-lain adalah benar atau hanya dibuat-buat saja.
Keberadaan internet memang memudahkan kita untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa harus merasa terhalanng oleh jarak yang memisahkan. Namun, ada baiknya bila dalam melakukan interaksi dengan orang-orang yang tidak dikenal secara langsung kita harus terus berhati-hati dan tidak mudah mempercayai orang lain tersebut. Ada baiknya bila kita tidak membuka langsung segala hal tentang diri kita pada orang yang bahkan tidak kita kenal secara langsung, terlebih dalam kasus Indri dimana ia bahkan tidak mengetahui nama asli maupun wajah teman-temannya. Karena mungkin saja salah satu dari orang-orang tersebut dikemudian hari akan melakukan hal-hal yang tidak baik dengan memanfaatkan data-data yang kita berikan baik secara sadar maupun tidak.
Sumber :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar