HOME

Rabu, 08 Juni 2016

Understanding Social Media & Internet



Media sosial.

Salah satu fitur dari internet ini kini semakin popular dan seolah-olah telah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Media sosial hadir sesuai dengan salah satu fungsi dari internet yaitu Network Externalities (memperluas jaringan). Dengan memanfaatkan media sosial, orang-orang dapat saling terhubung tanpa perlu merisaukan masalah jarak yang memisahkan. Teknologi yang terus dikembangkan untuk memudahkan pekerjaan manusia juga turut berpengaruh pada perkembangan media sosial di dunia yang semakin beragam. Media sosial terus menyediakan dan menyempurnakan fitur-fitur didalamnya demi semakin memanjakan penggunanya. Hal ini menyebabkan pengguna internet khususnya media sosial di dunia semakin meningkat dari waktu ke waktu. 



Sumber : katadata.co.id

Peningkatan jumlah pengguna internet dari waktu ke waktu juga terjadi di Indonesia. Dapat dilihat dari data diatas yang menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan pengguna internet terbanyak keempat di wilayah Asia dengan jumlah penggguna 78 juta jiwa dari 255 juta jiwa dan dengan rasio pengguna internet sebesar 30,5 persen. Sedangkan posisi pertama diduduki oleh Cina (Tiongkok) dengan 674 juta pengguna, disusul oleh India dengan jumlah pengguna internet 375 juta jiwa di posisi kedua dan Jepang di posisi ketiga dengan jumlah total 115 juta pengguna internet.



Sumber: wearesocial.org

Awal tahun 2016 ini, We Are Social sebuah perusahaan agensi yang berpusat di Singapura juga merilis data "Digital in 2016" yang menampilkan data penggunaan internet di 30 negara, termasuk di Indonesia. Data diatas menunjukkan rata-rata waktu yang dihabiskan untuk menggunakan internet dengan berbagai perangkat. Data menunjukkan, orang-orang rata-rata menghabiskan waktu 4 jam 42 menit dalam sehari untuk terhubung dengan internet baik menggunakan personal computer (PC) maupun tablet atau 3 jam 33 menit perhari untuk terhubung dengan menggunakan handphone, dan 2 jam 51 menit untuk menggunakan media sosial dengan perangkat apapun.


Sumber: wearesocial.org

Data selanjutnya menunjukkan peringkat media sosial di Indonesia berdasarkan penggunanya. Di peringkat pertama diduduki oleh Blackberry Messenger (BBM) dengan total 19%, disusul oleh Facebook 15%, WhatsApp 14%, dan media sosial lainnya. 

Data-data diatas menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara dengan pengguna internet dan media sosial aktif dalam jumlah besar. Penggunaan internet dan media sosial memang menguntungkan manusia dalam banyak hal namun internet dan media sosial juga dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna dan orang-orang disekitarnya bila digunakan secara tidak bertanggungjawab dan dengan niat yang tidak baik. Karenanya pengguna internet dan media sosial harus tetap waspada dan berhati-hati dalam memanfaatkan kedua hasil perkembangan teknolohi tersebut.

Rabu, 25 Mei 2016

Trend of Information and Communication Technology



Pada era globalisasi ini, penguasaan Information and Communication Technology (ICT) adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat luas tanpa batasan usia. Manusia terus berusaha mengembangkan teknologi yang ada guna mempermudah pekerjaan mereka. Dimulai dari penemuan telegram sebagai alat bertukar informasi yang pada masanya hanya dapat dinikmati fungsinya oleh bangsawan dan tuan tanah. Hingga kini muncullah smartphone dan personal computer (PC) yang bisa dimiliki oleh setiap orang dari berbagai kalangan. Hal tersebut sesuai dengan prediksi John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam buku mereka yang berjudul “Megatrend 2000”. Naisbitt dan Abdurance memperkirakan bahwa memasuki tahun 2000, setiap rumah akan memiliki setidaknya satu buah komputer. Mereka juga memprediksi bahwa komputer tersebut nantinya akan terhubung dengan suatu jaringan, yaitu internet. Fungsi komputer yang semula hanya sebagai alat untuk berkirim e-mail akan meningkat menjadi pusat informasi. Orang-orang akan lebih memilih untuk mencari berita dan informasi secara online yang kemudian akan berdampak pada penurunan penggunaan koran/surat kabar harian. Hal ini dikenal dengan nama digitalization, dimana semua hal berubah menjadi bentuk digital. Akibatnya, kita akan menuju pada masa dimana penggunaan kertas tidak lagi dibutuhkan (paperless).


Bill Gates (1997) mengatakan bahwa trend teknologi informasi dan komunikasi ini membuat manusia melintasi batas teknologi yang akan merubah cara kita dalam belajar, bekerja, bergaul dan berbelanja. Keberadaan teknologi inilah yang kemudian akan memengaruhi dan mendominasi cara hidup manusia. Misalnya penggunaan E-book yang kini lebih digemari oleh kaum pelajar karena dianggap lebih praktis dan murah, kita hanya tinggal mencarinya di jejaring online dan kemudian men-donwload tanpa dikenakan biaya. Dibandingkan bila menggunakan buku cetak yang mengharuskan pelajar untuk meminjam atau membelinya dengan harga yang lumayan. Sekarang ini online shopping juga tengah menjadi primadona bagi orang-orang karena dianggap lebih efisien. Kita tidak perlu lagi pergi ke pasara atau pusat perbelanjaan, hanya dengan duduk dirumah atau di kantor bersama gadget yang terkoneksi internet, kita dapat mencari barang apapun yang kita butuhkan di situs-situ belanja online.

Perubahan cara-cara tersebut didukung dengan pernyataan Bill Gates pada tahun 2007 bahwa ponsel akan menjadi personal computer (PC) dan sebaliknya. Pernyataan Bill Gates ini terbukti dengan munculnya alat teknologi canggih yang kita kenal dengan nama smartphone yang di lengkapi dengan fitur-fitur yang ada pada personal computer (PC).










Dari data-data diatas, dapat di lihat bahwa penjualan smartphone dengan berbagai merk terus meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, smartphone berbasis Android seperti yang dikeluarkan oleh ASUS dan Samsung berhasil menarik minat sebagian besar masyarakat Indonesia hingga membawa keduanya menjadi dua vendor dengan penjualan tertinggi.

Selanjutnya pada 2008 Bill Gates menyampaikan bahwa terdapat tiga kecenderungan teknologi untuk saat ini dan kedepannya, yaitu:


Convergence
Merupakan keadaan dimana terjadi penyatuan fungsi teknologi yang semula terpisah-pisah menjadi satu dalam satu alat. Misalnya seperti telepon yang digunakan hanya sebagai alat komunikasi atau siaran radio yang hanya bisa di dengarkan dengan menggunakan radio saja. Kini kita dapat memperoleh kedua fungsi tersebut dalam satu alat yaitu smartphone.


Connectedness
Merupakan suatu kondisi dimana manusia sudah saling terhubung, tanpa adanya batasan jarak, waktu, maupun alat. Kondisi ini tidak hanya menghubungkan manusia satu dengan manusia lain, namun juga menghubungkan alat eknologi satu dengan teknologi lain. Misalnya saja menghubungkan smartphone dengan PC/laptop.


Natural Interface
Merupakan alat yang menjembatani atau menghubungkan manusia dengan ICT. Misalnya kita membutuhkan remote dapat menggunakan televisi dengan lebih nyaman.


Paperless
Situasi dimana penggunaan teknologi digital semakin meningkat dan penggunaan kertas mulai dan semakin berkurang. Contohnya yaitu munculnya E-Book dan situs berita online, orang-orang lebih tertarik untuk mencari berita menggunakan situs berita online atau membaca buku melalui E-Book dibandingkan dengan harus membeli buku cetak ataupu koran dan surat kabar.




Jumat, 01 April 2016

Addiction





Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat pada masa ini tidak dapat dipungkiri turut memberikan pengaruh pada bagi masyarakat, terutama setelah ditemukannya internet yang kini seakan menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Internet menawarkan berbagai kemudahan bagi penggunanya, mulai dari mencari informasi, mendownload film/lagu/file, hingga hiburan seperti chatting dan bermain games. Dan dalam beberapa tahun belakangan ini, permainan game online mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin beragamnya jenis game online yang tersedia, muali dari games shooting, yang membutuhkan kecepatan refleks yang cepat, kemampuan tangan dan mata yang tajam, dan juga timing yang pas agar dapat memenangkan sebuah pertarungan tembak-tembakan seperti Counter Strike, Call of Duty, Battlefield, Grand Theft Auto, Point Blank dan masih banyak lagi. Fighting yang menuntut pemain untuk dapat mengkontrol pertarungan 1 lawan 1, pertualangan yang mengharuskan kita untuk berjalan ke beberapa kota demi menjalankan sebuah misi, seperti Grand Theft Auto, Tomb Raider, Assassin Creed, Prince of Persia. Hingga jenis olahraga yang menekankan olahraga dalam permainan, seperti voli, sepak bola, tenis, tenis meja, baseball, mendayung dan sebagainya. konsol yang sudah memberikan fasilitas agar pemain terasa seperti sedang berolahraga sungguhan, seperti Pro Evolution Soccer, dan fifa. Tampilan yang ditawarkan oleh games online seiring perkembangan juga semakin realistis dan mendekati tampilan asli pada dunia nyata.
Pada awal kemunculannya game di konsol hanya dapat dimainkan oleh satu atau dua orang saja. Namun dengan kemunculan games online ini, ribuan orang dapat bermain dalam waktu yang bersamaan dan di dalam satu server dengan fasilitas jaringan internet yang dapat menghubungkan banyak komputer menjadi satu jaringan. Kemunculan games ini kemudian diikuti dengan munculnya kecanduan akan berbagai jenis games ini. Efek kecanduan tersebut bukan hanya dirasakan oleh gamer itu sendiri namun juga dirasakan oleh orang-orang terdekatnya, seperti anggota dan teman sepermainan.
Diketahui bahwa seseorang awalnya mamainkan game hanya sekedar untuk melepaskan diri sejenak dari kesibukan dan menghilangkan kejenuhan yang ia alami di dunia nyata saja. Namun seiring berjalannya waktu, mereka semakin kecanduan dan susah untuk meninggalkan aktifitas bermain games itu. Bermain games tentunya akan menimbulkan dampak bagi kehidupan social individu bersangkutan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak-dampak ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa saja, namun justru lebih banyak dihadapi oleh anak-anak. Beberapa dampak positif yang terlihat dialami oleh anak yang sering memainkan games yang mengandalkan kemampuan otak, seperti jenis games petualangan, simulasi, dan strategi. Games sejenis ini dapat melatih otak anak contohnya untuk menentukan staregi terbaik guna menyelesaikan misi yang disediakan oleh games.
Walaupun memiliki dampak positif, namun sebagian besar orang berpendapat bahwa games online lebih banyak memberikan dampak negatif dibandingkan dengan dampak positif. Salah satunya dampak negatif dari adanya game online adalah penurunan prestasi belajar. Hal ini dapat terjadi karena anak-anak yang kecanduan game biasanya jauh lebih memprioritaskan untuk melanjutkan games mereka dibandingkan dengan belajar yang kemudian berdampak pada turunnya prestasi akademik mereka di sekolah. Dampak lainnya yaitu  semakin menurunnya sifat sosial mereka dikarenakan semakin jarangnya para gamer melakukan sosialisasi dengan orang-orang disekitar mereka, baik disekolah maupun di lingkungan sekitar rumah. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk di depan layar monitor untuk meningkatkan level atau melewati misi yang diberikan di dalam games.
Dampak negatif dari games ini juga dialami oleh salah teman saya semasa SMP. Teman saya ini memainkan games online yaitu “Ayo Dance” dimana ia memainkan seorang karakter yang telah ia buat untuk menari dan menyanyi dengan lagu yang tersedia dan akan ter-update seiring dengan semakin tingginya karakter yang ia mainkan. Sepulang sekolah, biasanya ia akan  berdiam diri dikamar dan duduk di depan layar laptopnya untuk memainkan games tersebut. Ia bahkan mengaku bisa menghabiskan waktu seharian untuk memainkan games tersebut. Saat saya bertanya bagaimana tanggapan orang tuanya terhadap kebiasaannya itu, ia menjawab kalau keduanya jarang berada dirumah dan sibuk bekerja. Mereka bahkan jarang bertemu saat dirumah karena kedua orangtuanya baru akan pulang dimalam hari. Sedangkan perihal uang jajan diberikan secara bulanan dan makanan serta keperluan rumah disediakan oleh pembantu.
Pada awalnya, teman saya ini berkata bahwa ia hanya penasaran dan ikut-ikutan saja karena banyak temannya yang juga memainkan games tersebut. Namun kemudian ia semakin merasa kecanduan dan ingin untuk terus menaikkan level karakternya. Ia bahkan rela menghabiskan uang hingga ratusan ribu rupiah hanya untuk membeli voucher games tersebut demi menaikkan level karakternya. Ia berkata bahwa dirinya juga memiliki semacam komunitas dalam games tersebut dimana para anggota didalamnya akan saling membatu dengan memberikan tips dan trik untuk lebih cepat menaikkan level karakter mereka. Namun, seringkali orang-orang dalam kamounitas tersebut menggunakan kata-kata kasar dalam berinteraksi. Hal ini kemudian turut mempengaruhi cara teman saya ini dalam berinteraksi dengan teman-temannya di dunia nyata. Ia seringkali menggunakan kata-kata kasar dan menghujat saat berinteraksi dengan saya dan teman-teman lain di sekolah. Ia juga seringkali berkata kasar saat bercerita mengenai orang yang lebih tua kepada kami.
            Prestasinya disekolah juga tidak terlalu baik dan ia seringkali membolos jam pelajaran bahkan membolos sekolah untuk bermain dan lagi-lagi tidak ada tanggapan berarti dari pihak keluarganya. Dari cerita mengenai teman saya ini, dapat terlihat bahwa ia telah kecanduan games online dan hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari orang tua terhadapnya baik dalam mengawasi kegiatan maupun pengeluaran uangnya. Orang tua yang tidak memiliki waktu untuk dihabiskan bersamanya membuat ia mencari cara lain guna menghabiskan waktu luang hingga akhirnya dikenalkan dengan duania games online yang membuatnya kecanduan.
            Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus tersebut adalah bahwa pengawasan dari orang tua merupakan factor yang sangat penting dalam penggunaan internet oleh anak. Orang tua harus cakap dalam memilah informasi dan hal-hal lain yang disediakan oleh internet untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dan meminimalisir penggunaan yang berlebihan sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang akan mempengaruhi anak dalam menjalani kehidupannya.


Sumber Referensi :
Damara, M. Albir. “Dampak Game Terhadap Perkembangan Anak”. http://jurnalilmiahtp.blogspot.co.id/2013/11/dampak-game-terhadap-perkembangan-anak_11.html
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006,  Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter 3: “Children and New Media”
Oktavianus, Jhonatan, dkk. “Pengaruh Games Terhadap Waktu Belajar Anak”. http://jhonatanoktavianusug.blogspot.co.id/2014/06/jurnal-pengaruh-games-terhadap-waktu.html

Rabu, 23 Maret 2016

PERSPEKTIF PESIMIS & OPTIMIS PENGGUNA INTERNET




Perkembangan pesat teknologi yang terjadi sekarang ini, menjadikan penggunaan internet sebagai trend sekaligus kebutuhan dikalangan masyarakat. Akses tak terbatas yang disediakan memungkinkan individu untuk mencari/memperoleh/membagikan informasi dan mencantumkannya pada internet tanpa memandang status social, pendidikan, ras, jenis kelamin, keyakinan ataupun faktor-faktor individual lainnya. Penggunaan internet yang semakin luas ini kemudian menimbulkan efek bagi masyarakat yang dibagi kedalam dua perspektif yaitu optimis dan pesimis baik dari segi akses penggunaan internet, partisipasi politik, dan juga interaksi.

Perspektif Pesimis

Perspektif pesimis mengenai akses internet membahas adanya kekhawatiran tentang penggunaan dan pemanfaatan internet yang tidak merata. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masyarakat minoritas seperti orang Afrika-Amerika dan Hispanik non-putih yang tinggal di Amerika meemiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat memiliki unit komputer dan akses tak terbatas terhadap jaringan internet jika dibandingkan dengan masyarakat kulit putih dan Asia. Karenaya, masyarakat Afrika-Amerika dan Hispanik non-putih kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan internet (neu et.al, 1999). Penelitian kemudian menunjukkan bahwa kaum minoritas juga cenderung menggunakan lebih sedikit waktu mereka untuk online.

Howard et,al (2002) menyimpulkan bahwa laki-laki, orang-orang berkulit putih, orang berpendapatan tinggi, orang dengan pendidikan tinggi dan orang yang memiliki pengalaman, biasanya lebih sering menggunakan internet. Sedangkan orang-orang berpendidikan rendah, wanita, orang tua, dan orang dengan pendapatan rendah, cenderung tidak terlalu sering menggunakan internet. Aspek-aspek inilah yang kemudian membuat akses internet tidak dapat tersebar secara merata di seluruh lapisan masyarakat.

Kemkominfo di Indonesia mencatat bahwa terdapat sekitar 313 juta pengguna ponsel pada 2013 dan 47 juta diantaranya adalah pengguna smartphone. Dengan penetrasi pengguna ponsel diprediksi sebesar 18% pertahun. Sementara pengguna internet pada 2014 tercatat sebanyak 88.1 juta orang, Dengan penetrasi pertumbuhan sebesar 34.9% setiap tahunnya. Hasil ini menempatkan Indonesia menjadi negara dengan perkembangan TIK yang cukup signifikan di kawasan Asia Tenggara. Namun, penertasi pertumbuhan pengguna TIK belum mampu membuat Indonesia siap bersaing secara global. 

Lewat survey APJII dan PusKaKom UI pada 2014, ditemukan fakta bahwa 78,5% dari total pengguna internet di Indonesia tinggal di wilayah Indonesia bagian Barat (Jawa-Bali) yang merupakan wilayah urban-perkotaan. Sedangkan penggunaan internet oleh masyarakat desa dan pinggiran tercatat hanya sekitar 21,5%. Daerah desa dan pinggiran ini yaitu di dominasi oleh wilayah Timur Indonesia yang meliputi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB. Terdiri dari 6 provinsi, 86 kabupaten, 9 kota, 1.380 kecamatan, 804 kelurahan dan 12.945 desa dan dengan populasi 18.4 Juta jiwa pada 2014. Ternyata di wilayah tersebut diketahui hanya 5,9 Juta orang yang dapat mengakses internet. Padahal luas wilayah ke 6 provinsi ini jika digabungkan mencapai 45% dari total luas wilayah di Indonesia dan dengan jumlah penduduk yang hanya berbeda sedikit dengan pengguna internet di DKI Jakarta yang berjumlah 5,6 juta orang. Sekurangnya terdapat dua faktor fundamental yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan ini. Pertama yaitu pembangunan dalam segala bidang termasuk TIK yang belum merata dan masih terkonsentrasi di daerah urban. Faktor kedua adalah biaya layanan internet yang ditawarkan oleh provider masih tergolong mahal, hingga sulit dijangkau oleh masyarakat pedesaan dan daerah pinggiran yang rata-rata berpendapatan menengah kebawah. Rupanya pertimbangan bisnis terlalu dominan sehingga pemerataan dan tarif disesuikan dengan kalkulasi akumulasi semata.  

Perspektif Optimis

Perspektif optimis menjelaskan bagaimana internet telah memberikan kemudahan akan akses informasi bagi semua kalangan masyarakat. Penelitian baru (ECRL, 1999: Howard et.al, 2002: Katz dan Rice, 2002a) menemukan bahwa perbedaan ras dan gender dalam akses internet merupakan variable lain yang dapat diperhitungkan secara statistic. Yang lebih ditekankan pada perspektif ini adalah upaya-upaya untuk mengatasi beberapa keterbatasan pada akses yang disebabkan karena disabilities.

Di Indonesia sendiri, telah menyebar beberapa software yang ditujukan untuk dapat membantu orang-orang penderita disabilities. Salah satunya yaitu NDVA yang diperuntukkan untuk membantu penderita disabilities khususnya tunanetra. Tidak seperti screen reader lain yang biasanya mengharuskan pengguna untuk membeli lisensi, NVDA dapat didownload secara gratis tanpa harus melakukan pembelian lisensi. Kelebihan lain yang dimiliki oleh NVDA adalah kemampuannya membaca tulisan yang berbahasa Indonesia sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan screen reader lain yang tentunya sangat membantu penderita tunanetra di Indonesia. Selain itu NVDA juga memiliki versi portable dengan kata lain dengan memasukkan screen reader ini ke dalam flashdisk kemudian dipasang ke komputer lain maka komputer tersebut juga dapat menginstal program ini tanpa perlu melakukan extract ulang.

Kesimpulan

Internet sesungguhnya merupakan hasil cipta manusia yang dapat menimbulkan dampak bagi kehidupan sosial baik secara positif maupun negatif. Beberapa orang memandang internet lebih banyak memberikan dampak negatif atau merugikan pengguna dibandingkan memberikan keuntungan. Salah satunya yaitu semakin maraknya tindakan kriminal dalam dunia online, berupa penipuan dengan menggunakan website ataupun berbagai media sosial. Selain itu, internet memudahkan setiap individu untuk dapat mencari informasi apapun yang mereka butuhkan contohnya identitas seseorang. Hal ini membuat masyarakat merasa identitas mereka terekspos secara luas kepada dunia sehingga memungkinkan informasi tersebut disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Namun di lain sisi, masyarakat menganggap internet juga memberikan banyak keuntungan bagi penggunanya. Salah satunya yaitu meningkatkan mutu pendidikan dengan penyediaan beragam informasi dari seluruh penjuru dunia dan selalu up to date. Internet juga dapat mengaburkan jarak yang memisahkan antar individu sehingga mereka dapat melakukan interaksi kapanpun dan dimanapun yang kemudian akan mempermudah penyebaran budaya yang mendukung homogenitas.

Intinya, bagaimana masyarakat memandang fungsi internet bagi kehidupan mereka bergantung dari cara masing-masing anggota masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatnya di kehidupan sehari-hari. Jika internet dipergunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan baik maka internet akan memberikan dampak yang baik pula. Namun bila internet digunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan buruk maka internet akan memberikan dampak yang buruk pula bagi si pengguna.



Daftar Pustaka:


Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. 

Sulaeman, Ahmad Syarif Muhammad Mansyur. 2012. SOFTWARE UNTUK TUNANETRA AGAR DAPAT MENGOPERASIKAN KOMPUTER/LAPTOP. http://www.syarifshare.info/2012/06/tips-untuk-tunanetra-agar-bisa.html



Jumat, 18 Maret 2016

Virtual Community

Perkembangan teknologi media yang terjadi tentunya memberikan pengaruh pada kehidupan sosial masyarakat baik dalam aspek positif maupun negatif. Beberapa aspek positif dari perkembangan teknologi media antara lain kehadiran teknologi media baru tentunya mampu menghapus ketidaksetaraan dan kesenjangan dalam masyarakat, meningkatkan mutu pendidikan, serta mampu menjadikan warga lebih aktif dalam menunjukkan partisipasinya baik dalam ekonomi, politik maupun bidang lainnya. Sedangkan aspek negatif dari munculnya teknologi media baru antara lain teknologi baru terlebih televisi dan film, ditakutkan akan dijadikan sebagai alat potensial untuk melakukan propaganda politik dan penanaman ideologi tertentu. Selain itu masyarakat juga bependapat bahwa kehadiran teknologi media akan mampu merusak tatanan masyarakat, meracuni pikiran masyarakat khususnya golongan muda dengan hal-hal negatif contohnya dalam kasus LGBT dan bullying, serta merendahkan warisan budaya.

Memasuki era internet, bentuk komunitas juga ikut berkembang dan memunculkan komunitas yang baru. Komunitas baru tersebut dikenal dengan nama komunitas virtual. Istilah komunitas virtual pertama kali diperkenalkan oleh Howard Rheingold dalam bukunya yang berjudul “The Virtual Community: Homesteading on the Electronic Frontier” (2000). Komunitas virtual adalah sekumpulan orang yang berkumpul untuk tujuan yang sama, dengan memanfaatkan internet atau dapat disebut dengan dunia maya. Dalam bukunya, Rheingold menjelaskan bahwa orang-orang yang berada dalam komunitas virtual hanya menggunakan kata-kata pada layar, mereka saling bertukar pendapat dan informasi, melakukan pertemuan, bertukar dukungan emosional, bertukar pengetahuan, serta hal-hal lain yang biasanya dilakukan dalam kehidupan nyata. Perbedaannya adalah mereka tidak bisa melakukan kontak fisik dengan satu sama lain,seperti menyentuh ketika tengah berbicara.

Salah satu pengalaman terkait komunitas virtual yaitu dialami oleh salah satu teman saya. Ia menggunakan aplikasi twitter untuk menjalin hubungan dengan komunitas virtualnya. Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu aplikasi media sosial ini memang tengah digandrungi oleh masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja. Twitter (/ˈtwɪtÉ™r/) adalah layanan jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter, yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweet). Pengguna yang telah terdaftar bisa menulis tweet melalalui situs web, pesan singkat (SMS), atau melalui aplikasi twitter yang telah disediakan untuk telfon seluler. 

Teman saya ini, sebut saja Indri memiliki sebuah account twitter dimana ia menggunakan identitas orang lain (artis/penyanyi/tokoh anime) sebagai identitasnya. Penggunaan identitas orang lain ini dikenal dengan istilah roleplayer. Tentunya agar tidak menimbulkan masalah nantinya, pemilik account roleplayer biasanya akan menuliskan keterangan bahwa account yang ia gunakan ini adalah fake account atau account parod pada bio mereka. Indri menggunakan identitas salah satu idol asal negara Korea Selatan sebagai identitas account miliknya dan mulai berinteraksi dengan account roleplayer lainnya. Interaksi ini bisa terjadi karena baik Indri dan teman-temannya memiliki ketertarikan dan hobi yang sama yaitu pada musik asal Korea Seltan atau lebih dikenal dengan K-pop­. Kenyamanan yang terbangun dalam interaksi itu kemudian membuat Indri dan teman-temannya semakin sering berinteraksi dan bertukar pendapat mengenai hobi mereka. Dalam komunitasnya, Indri dan teman-temannya tidak menggunakan identitas asli mereka, mereka berinteraksi dan bersikap sebagaimana idol yang mereka perankan. Mereka hanya akan mulai membuka identitas mereka pada orang-orang yang benar-benar sudah dianggap dekat, biasanya dengan bertukar nama maupun nomor telfon dan kemudian melanjutkan interaksi lebih dalam dengan identitas asli mereka. Hal ini tentunya kemudian dapat menimbulkan keraguan, apakah segala yang pernah Indri dan teman-temannya bicarakan misalnya hobi, kebiasaan, dan lain-lain adalah benar atau hanya dibuat-buat saja.

Keberadaan internet memang memudahkan kita untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa harus merasa terhalanng oleh jarak yang memisahkan. Namun, ada baiknya bila dalam melakukan interaksi dengan orang-orang yang tidak dikenal secara langsung kita harus terus berhati-hati dan tidak mudah mempercayai orang lain tersebut. Ada baiknya bila kita tidak membuka langsung segala hal tentang diri kita pada orang yang bahkan tidak kita kenal secara langsung, terlebih dalam kasus Indri dimana ia bahkan tidak mengetahui nama asli maupun wajah teman-temannya. Karena mungkin saja salah satu dari orang-orang tersebut dikemudian hari akan melakukan hal-hal yang tidak baik dengan memanfaatkan data-data yang kita berikan baik secara sadar maupun tidak.


Sumber :

Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. 

Minggu, 28 September 2014

WHO WAS PABLO PICASSO ??






Chapter 1
The Boy Wonder

            On October 25, 1881, in Malaga in southern Spain, an art teacher and his wife had a baby boy. They named him after many saint and relatives: Pablo Diego Jose Francisco de Paula Juan Nepomuceno Maria de los RemediosCipriano de la Santisima Trinidad Ruiz y Picasso. Years later that baby became known as the great artist, Pablo Picasso.

           Pablo could draw before he could talk. His mother said his first word were “Piz! Piz!” That’s baby talk in Spanish for lapis, which means “pencil.” When he was really little, he liked to draws spirals or anything in the sand. If he drew a horse, he could start from any pointand make a very good picture in one line. He could do the same with paper and scissors. Pablo’s first known painting was of a bullfight. He was only about eight years old when he did it.

          
            Pablo had two younger sisters, Lola and Conchita. Sadly, when Pablo was still young, seven-years-old Conchita died of diphtheria. The whole family was crushed. For the rest of his life, Pablo had a fear of died.

            When Pablo was thirteen, he has his first art show. By then, his father saw that Pablo painting better than he did. So he gave his son all his brushes and paints and never painted again.

            Pablo and his family moved to Barcelona. Pablo was accepted to the local art school were his father taught drawing. Even though he was only fourteen, Pablo skipped the basic courses and went right to the advanced ones.

            Pablo’s career really began when he was sixteen. He did a painting called Science and Charity. His sister Lola and his father were his models. The painting was really realistic in style. It won a prize at an exhibit in Madrid. Pablo beat some of the best artists in Spain.


            Pablo’s family sent him to Madrid to study art at the Royal Academy of San Fernando, but Pablo skipped class a lot. He ended up spending a lot time goofing off cafes. He also loved going to the famous Prado Art Museum, where he saw the work of the Spanish masters El Greco and Francisco Goya.

            In winter, Pablo came down with scarlet fever. He left school and went to the little village of Horta de San Juan. He had a lot of time to think about his future. Pablo decided not to go back to school. His family was not going to like that, but Pablo was restless and ready to be on his own.


Chapter 3
Life in Paris

            Moving back to Paris-this time for good-was one cause. Lively Paris worked its magic on Pablo. He became happier. He started doing colorful paintings of jugglers and acrobats in a traveling circus. The other reason that his Blue Period ended was Pablo had a new girlfriend. She was a beautiful artist named Fernande Oliver. His happiness showed in his painting. This time in Pablo’s life is something called the Rose Period, but his painting had many colors. Not just pinks.


            Pablo and Fernande lived in a big, run-down apartment building that was full of artists and poets. Their room was damp and a mess with lots of projects going on. Pablo didn’t like to throw out anything. He said, “Why should you want me to throw away what has done me the favor of coming into my hands?”

            They had a big, yellow dog named Frika. Pablo liked to worked at night by oil lamp. He often worked until five or six in the morning. In winter, the room was sometimes so cold that leftover cups of tea froze overnight.

            Around this time, Pablo was meeting lots of interesting people in Paris. They thought he was interesting too. He was intense and complicated. He could be very charming and his curiosity, energy, intellect, and originality caught people’s attention.

            He met a rich American women named Gertrude Stein and her brother Leo. Gertrude was a poet. She had written the famous line, “Rose is a rose is a rose.” She was one of the first people to really appreciate Pablo’s paintings, and she bought some of them.

            Pablo met the painter Henri Matisse at the Stein’s house in Paris on Saturday night. Pablo thought Matisse was the greatest painter of time. Even thought they were competitors, they became lifelong friends.


            After working on a portrait of Gertrude Stein, Pablo realize that he didn’t have to paint exactly what he saw. He could paint what he imagined. It was a turning point in the history of modern arts.


Chapter 5
Something New

            By 1909, Pablo was becoming well-known. He and Fernande moved into a fancier house. They spent summer with Barbeque in an old villa in the mountains. Then he and Fernande broke up.

            Soon Pablo had a new girlfriend, Eva Gouel. Pablo painted a picture of Eva, called Ma Jollie, which means “My Pretty Girl.” Pablo was in love again.


            Once again Picassso and Braque were on something new. They started using stencils and printed words in their paintings. They also began pasting things on to their pictures. If they wanted a newspaper to be shown, they stuck on a piece of newspaper. That was how collage began. Collage means “to stick.” One of Pablo’s first collage was called Still Life with Chair Caning. Braque and Pablo went on, in their playful way, sticking anything even trash onto their painting.


            In 1914, a local war between Austria-Hungary and Serbia grew into what became known as the Great War—Word War I. The Archduke of Austria was killed by a Serb. Germany backed Austria-Hungary and Russia backed Serbia. Germany declared war on Russia, and then on France. Soon countries all over the world were involved, including the United States.

            In 1914, Braque was drafted into the French army. Pablo not a French citizen. He didn’t have to join the army. He stayed in Paris while many of his friends went off to fight.

            France was fighting against Germany and the French thought anybody German was an enemy. Because Pablo’s friend, the gallery owner Kahnweiler, was German, he was forced to leave France. The gallery was closed by the French authorities and all of Pablo’s work there was confiscated.

            In 1915, Pablo’s dear Eva died of tuberculosis. Pablo was brokenhearted. He had worked on one painting while Eva was sick, Herlequin, and finished it after she died. It shows a a clown like  artist in front of an easel holding an unfinished painting. The background is black. It was a black time in Europe and in Pablo’s personal life as well.



Chapter 7
War and Piece

          Some artists work on one idea and in one style. But Picasso changed all the time. Picassso’s painting reflected what was going on in his personal life as well as was happening in the outside world.

            In 1936 the Spanish Civil War broke out. Picasso was living in Paris, yet he was deeply affected by the war in Spain because he was a Spaniard, after all.

            In Spain, a Republican government had been elected. But it was overthrown by General Francisco Franco and his forced. Franco was a dictator and ruled Spain until his death in 1975. Because of Franco, Picasso never returned to his native country.

            In April, 1937, the town of Guernica in northeast Spain was bombed by the Germans who were helping Franco and his men. Guernica was not far from Picasso hometown. The bomb fell on market day. More than sixteen hundred people were killed. Almost nine hundred more were injured. There was no military reason for the attack.

            Picasso was outraged by the murder of all these innocent people, he painted a huge twelve-foot-high-by-twenty-six-foot-long painting called Guernica. He finished it in just three weeks. 



            His new girlfriend, Dora, took many photographs of him working on it.



            Then, in 1939, World War II started after the German army invaded Poland. Fearing bombings, museum in Paris closed down. Much of the art was moved and hidden in the countryside. Many artists fled the city. Picasso with his family moved to Royan, a small town in France on the Atlantic coast.

            In 1940, the Germans occupied Paris. So, Picasso decided to move back to his studio there. Perhaps, Picasso hoped his presence would be a proud symbol to the French of defiance and freedom.

            It was hard to get food. Art supplies were also scarce. Even so, Picasso managed to paint every day. He also wrote a play. the Nazis did not approve of any of his work. But that didn’t stop Picasso!

            Picasso left Dora. He met a young artist, Francoise Gilot, and began a ten-year-long romance with her.

            In 1944, the Nazis were finally driven out Paris. Picasso kept on Painting. He sang loudly while he worked to drown out the sounds of the gunfire. As soon as the Germans were gone, Paris had a party. The city was free again and the war was almost over.

            American soldiers poured into Paris. Some said the two things they most wanted to do were see the Eiffel Tower and meet Picasso.
            

             The seconds World War lasted six years. Picasso had now lived through three wars. He knew how important it was to work for peace. In 1948, he went to the Peace Congress in Poland. The following year, he made a poster of a dove for the Peace Congress. Because of Picasso, the dove has become a symbol for peace all over the world.